MOTIVASI DAN ETOS KERJA
KEPENDIDIKAN ISLAM
A. Pendahuluan
Sudah merupakan opini
umum bahwa permasalahan pendidikan yang dihadapi oleh bangsa Indonesia adalah
rendahnya mutu pendidikan pada setiap jenjang dan satuan pendidikan, khususnya
pendidikan dasar dan menengah. Pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk
meningkatkan mutu pendidikan nasional di antaranya melalui pengadaan buku dan
alat pelajaran, berbagai pelatihan dan peningkatan kompetensi guru, perbaikan
dan pengadaan sarana dan prasarana pendidikan, dan peningkatan mutu manajemen
sekolah. Namun demikian dilihat dari berbagai indikator mutu pendidikan belum
menunjukan peningkatan yang adil (equity) dan merata (equality).
Pendidikan diharapkan dapat
membentuk manusia yang berkualitas yang memiliki kemampuan untuk memanfaatkan,
mengembangkan, dan menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK). Paradigma
nasional Pancasila dan Pembukaan UUD 1945 menjadi landasan dalam konsepsi dan
pola pikir pengembangan kebijakan dan program pembangunan pendidikan nasional.
Selain itu UU Sisdiknas, UU BHP, UU Guru dan Dosen, PP, Permen dan Perda
menjadi landasan yuridisnya.
Berbicara mengenai
kualitas sumber daya manusia, pendidikan memegang peran yang sangat penting
dalam proses peningkatan kualitas sumber daya manusia. Peningkatan kualitas
pendidikan merupakan suatu proses yang terintegrasi dengan peningkatan kualitas
sumber daya manusia itu sendiri.
Salah satu faktor
penentu dalam menunjang keberhasilan peningkatan mutu pendidikan adalah guru
(pendidik). Guru merupakan sumber daya manusia yang berada di front paling
depan tempat saat terjadinya interaksi belajar mengajar. Hal itu mengandung
makna bahwa upaya meningkatkan mutu pendidikan harus dimulai dari guru dan
tenaga kependidikan lainnya. Dalam mengoptimalkan kinerja mengajar guru yakni
dalam rangka melaksanakan tugas dan pekerjaannya, maka kepala sekolah yang
berkualitas harus mampu mempengaruhi, menggerakkan, memotivasi, mengajak,
mengarahkan, menasehati, membimbing, menyuruh, memerintahkan, melarang, dan
bahkan memberikan sanksi, serta membina dalam rangka mencapai kinerja sekolah
secara efektif dan efisien. Melalui peningkatan kinerja mengajar guru dalam
melaksanakan tugas dan kewajibannya, diharapkan prestasi kerja guru dapat
mencapai hasil yang optimal.
Namun,
hal tersebut tidak akan terealisasi jika tanpa adanya motivasi dan etos kerja
dalam melaksanakan tugas dan kewajibanya dari masing-masing elemen-elemen
pendidikan
Berikut
akan dipaparkan mengenai motivasi dan etos kerja kependidikan Islam yang
meliputi hakikat motivasi, beberapa teori motivasi, beberapa bentuk motivasi
dalam pendidikan Islam, hakikat etos kerja serta fungsi motivasi dalam
meningkatkan etos kerja dalam pengelolaan pendidikan Islam.
B. Pembahasan
1.
Hakikat Motivasi
Motif atau motivasi berasal dari kata Latin "moreve"
yang berarti dorongan dari dalam diri manusia untuk bertindak atau berperilaku.
Pengertian motivasi tidak terlepas dari kata "needs" atau
"want". Needs adalah suatu potensi dari dalam diri
manusia yang perlu ditanggapi atau direspons.
Tanggapan terhadap kebutuhan tersebut diwujudkan dalam
bentuk tindakan untuk pemenuhan kebutuhan tersebut dan hasilnya adalah orang
yang bersangkutan merasa atau menjadi puas. Apabila kebutuhan tersebut belum
direspons maka akan selalu berpotensi untuk muncul kembali sampai dengan
terpenuhinya kebutuhan yang dimaksud.[1]
Beragam batasan pengertian tentang motivasi menurut para
ahli, di antaranya adalah:
a.
Menurut Knootz yang
disadur oleh Soekidjo merumuskan bahwa motivasi adalah "motivation
refers to the drive and efford to satisfy a want or goal"
b.
Sedangkan menurut Mc.
Donald yang disadur oleh Oemar Hamalik mendefinisian motivasi dengan
"perubahan energi dalam diri (pribadi) seseorang yang ditandai dengan
timbulnya perasaan dan reaksi untuk mencapai tujuan.[2]
Dari definisi
tersebut terdapat tiga unsur yang saling
terkait, yaitu:
1)
Motivasi dimulai dari
adanya perubahan energi dalam pribadi
2)
Motivasi ditandai
dengan timbulnya perasaan
3)
Motivasi ditandai dengan
reaksi-reaksi untuk mencapai tujuan[3]
c.
Dalam konteks
pengembangan organisasi, Flippo merumuskan bahwa motivasi adalah sutau arahan
pegawai dalam suatu organisasi agar mau bekerja sama dalam mencapai keinginan
para pegawai dalam rangka pencapaian keberhasilan organisasi.
d.
Dalam konteks yang
sama, Duncan mengemukakan bahwa motivasi adalah setiap usaha yang didasarkan
untuk mempengaruhi perilaku seseorang dalam meningkatkan tujuan organisasi
semaksimal mungkin.
e.
Berbeda dengan Hasibuan
yang merumuskan bahwa motivasi adalah suatu perangsang keinginan dan daya
penggerak kemauan bekerja seseorang.
Dari berbagai definisi
tersebut, dapat disimpulkan bahwa motivasi pada dasarnya adalah daya penggerak
psikis dari dalam diri seseorang yang menjadi pendorong dalam mencapai suatu
tujuan tertentu.
2.
Beberapa Teori Motivasi
Banyak para ahli dari
berbagai disiplin ilmu merumuskan konsep atau teori tentang motivasi. Di antara
banyak konsep tentang motivasi dari berbagai ahli tersebut, berikut beberapa
teori tentang motivasi di antaranya:
a.
Teori Hedonisme
Hedonisme adalah bahasa
Yunani yang berarti kesukaan, kesenangan, atau kenikmatan. Hedonisme adalah
suatu aliran di dalam filsafat yang memandang bahwa tujuan hidup yang utama
pada manusia adalah mencari kesenangan yang bersifat duniawi. Pada abad ketujuh
belas, Hobbes menyatakan bahwa apapun alasannya yang diberikan seseorang untuk
perilakunya, sebab-sebab terpendam dari semua perilaku adalah kecendrungan
untuk mencari kesenangan dan menghindari kesusahan.
Oleh karenanya, setiap
menghadapi persoalan yang perlu pemecahan, manusia cenderung memilih alternatif
pemecahan yang dapat mendatangkan kesenangan dari pada yang mengakibatkan
kesukaran, kesulitan, dan penderitaan. Implikasi dari teori ini adalah adanya
anggapan bahwa semua orang cenderung menghindari hal-hal yang menyulitkan dan
lebih menyukai melakukan perbuatan yang mendatangkan kesenangan.
b.
Teori Naluri
Teori ini merupakan
bagian terpenting dari pandangan mekanisme terhadap manusia. Naluri merupakan
suatu kekuatan biologis bawaan, yang mempengaruhi anggota tubuh untuk berlaku
dengan cara tertentu dalam keadaan tepat. Sehingga semua pemikiran dan perilaku
manusia merupakan hasil dari naluri yang diwariskan dan tidak ada hubungannya
dengan akal.
Menurut teori naluri,
seseorang tidak memilih tujuan dan perbuatan, akan tetapi dikuasai oleh
kekuatan-kekuatan bawaan, yang menentukan tujuan dan perbuatan yang akan
dilakukan. Freud juga percaya bahwa dalam diri manusia ada sesuatu yang tanpa
disadari menentukan setiap sikap dan perilakau manusia.
c.
Teori Reaksi yang
Dipelajari
Teori ini berbeda
pandangan dengan tindakan atau perilaku manusia yang berdasarkan naluri-naluri,
tetapi berdasarkan pola dan tingkah laku yang dipelajari dari kebudayaan di
tempat orang itu hidup. Orang belajar paling banyak dari lingkungan kebudayaan
di tempat ia hidup dan dibesarkan. Oleh karena itu, teori ini disebut juga
teori lingkungan kebudayaan. Menurut teori ini, apabila seorang pemimpin atau
seorang pendidik akan memotivasi anak buah atau anak didiknya, pemimpin atau
pendidik itu hendaknya mengetahui benar-benar latar belakang kehidupan dan
kebudayaan orang-orang yang dipimpinnya.
d.
Teori Pendorong
Teori ini merupakan
perpaduan antara "teori naluri" dengan "teori reaksi yang
dipelajari." Daya pendorong adalah semacam naluri, tetapi hanya sesuatu
dorongan kekuatan yang luas terhadap suatu arah yang umum.[4]
e.
Teori Maslow
Maslow seorang ahli
psikologi telah mengembangkan teori motivasi ini sejak tahun 1943. Teori ini
beranggapan bahwa tindakan yang dilakukan oleh manusia pada hakikatnya adalah
untuk memenuhi kebutuhannya, baik kebutuhan fisik maupun kebutuhan psikis. Di
atas perincian kebutuhan akan udara, udara, makanan, dan seks, dia menempatkan
lima lapisan kebutuhan yang lebih luas yaitu kebutuhan fisiologis, kebutuhan
rasa aman, kebutuhan cinta dan rindu, kebutuhan harga diri, dan kebutuhan untuk
aktualisasi diri.[5]
Teori Maslow telah
memberikan sumbangan yang sangat berharga dalam usaha memperhatikan
kebutuhan-kebutuhan tingkat rendah yang sebelumnya mungkin di abaikan dalam
sementara organisasi, dan karena tidak adanya pemuasan kebutuhan-kebutuhan ini,
kebutuhan yang lebih tingkatnya tidak akan berfungsi.[6]
3.
Beberapa Bentuk Motivasi Dalam Pendidikan Islam
Para ahli
mengklasifikasikan bentuk-bentuk motivasi ke dalam beberapa bentuk, di
antaranya adalah:
a.
Motivasi Tradisonal
Bentuk motivasi ini
menekankan bahwa untuk memotivasi bawahan agar mereka meningkatkan kinerjanya,
perlu pemberian isentif yang tentunya diberikan kepada yang berprestasi tinggi
atau kinerja baik. Karyawan yang mempunyai prerstasi makin baik, maka makin
banyak atau makin sering karyawan tersebut mendapat insentif.
Hal ini juga dapat
dilihat dari janji Allah terhadap para syuhada dalam al-Qur'an surat at-Taubah
ayat 111:
إن الله
اشترى من المومنين أنفسهم و أموالهم بأن لهم الجنة يقاتلون في سبيل الله فيقتلون و
يقتلون وعدا عليه حقا فى التورة و الإنجيل و القرأن و من اوفى بعهده من الله
فاستبشروا ببيعكم الذي بايعتم به و ذلك هو الفوز العظيم (التوبة : 111)
Artinya:
"Sesungguhnya
Allah telah membeli dari orang-orang mukmin, diri dan harta mereka dengan
memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang pada jalan Allah, lalu mereka
membunuh atau terbunuh. (Itu telah menjadi) janji yang benar dari Allah di
dalam Taurat, Injil, dan al-Qur'an. Dan siapakah yang lebih menepati janjinya
(selain) dari pada Allah? Maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu
lakukan itu, dan itulah kemenangan yang besar." (QS. at-Taubah: 111).
Dalam UU pun di atur
tentang pemberian insentif kepada pendidik yang berprestasi dalam bidangnya,
hal ini terdapat dalam UU Sisdiknas Bab XI tentang pendidik dan tenaga
kependidikan pasal 40 ayat (1) yaitu pendidik dan tenaga kependidikan berhak
memperoleh:
1)
Penghasilan dan jaminan
kesejahteraan sosial yang pantas dan memadai
2)
Penghargaan sesuai
dengan tugas dan prestasi kerja
Serta pasal 43 ayat
(1), yang menyatakan bahwa promosi dan penghargaan bagi pendidik dan tenaga
kependidikan dilakukan berdasarkan latar belakang pendidikan, pengalaman,
kemampuan, dan prestasi kerja dalam bidang pendidikan.[7]
b.
Model Hubungan Manusia
Model ini menekankan
bahwa untuk meningkatkan motivasi kerja karyawan, perlu dilakukan pengakuan
atau memperhatikan kebutuhan sosial mereka, meyakinkan kepada setiap karyawan
bahwa setiap karyawan adalah penting dan berguna bagi organisasi. Oleh sebab itu,
model ini lebih menekankan memberikan kebebasan berpendapat, berkreasi, dan
berorganisasi, dan sebagainya bagi setiap karyawan, ketimbang memberikan
insentif materi.
c.
Model SDM
Menurut model ini
setiap manusia cenderung untuk mencapai kepuasan dari prestasi yang dicapai,
dan prestasi yang baik tersebut merupakan tanggung jawabnya sebagai karyawan.
Oleh sebab itu, menurut model sumber daya manusia ini, untuk meningkatkan
motivasi karyawan, perlu memberikan tanggung jawab dan kesempatan yang
seluas-luasnya bagi mereka. Motivasi dan gairah kerja karyawan akan meningkat
jika kepada mereka diberikan kepercayaan dan kesempatan untuk membuktikan
kemampuannya.
Memberikan reward dan
punishment oleh atasan kepada bawahan juga dapat dipandang sebagai upaya
peningkatan motivasi kerja.
Dipandang dari segi ini
maka motivasi dapat dibedakan menjadi dua, yakni:
1)
Insentif positif
Bentuk motivasi ini
adalah dengan memberikan reward kepada bawahan yang berprestasi atau
kinerjanya baik. Dengan reward yang diberikan ini akan meningkatkan
semangat kerja para karyawan, yang akhirnya akan memacu kinerja mereka lebih
meningkat.
2)
Insentif negatif
Menurut bentuk ini
pimpinan memberikan punishment kepada bawahan yang kurang berprestasi
atau kinerjanya rendah.[8]
Kedua jenis motivasi
tersebut di atas dalam praktiknya dapat diterapkan oleh pimpinan pendidikan,
tetapi harus tepat dan seimbang, agar dapat meningkatkan semangat kerja
karyawan. Untuk memperoleh efek untuk jangka panjang, maka motivasi positiflah
yang lebih tepat digunakan, sedangkan insentif negatif hanya cocok untuk
meningkatkan motivasi jangka pendek saja.
Bentuk motivasi seperti
di atas dapat dilihat dalam UU Sisdiknas Bab XI tentang pendidik dan tenaga
kependidikan pasal 40 ayat (2) yaitu pendidik dan tenaga kependidikan
berkewajiban:
1)
Menciptakan suasana
pendidikan yang bermakna, menyenangkan, kreatif, dinamis, dan dialogis
2)
Mempunyai komitmen
secara profesional untuk meningkatkan mutu pendidikan, dan
3)
Memberi teladan dan
menjaga nama baik lembaga, profesi, dan kedudukan sesuai dengan kepercayaan
yang diberikan kepadanya[9]
4.
Hakikat Etos Keja
Etos berasal dari
bahasa Yunani (ethos) yang memberikan arti sikap, kepribadian, watak,
karakter, serta keyakinana akan sesuatu. Sikap ini tidak saja dimiliki oleh
individu, tetapi juga oeh kelompok bahkan masyarakat. Etos dibentuk oleh
berbagai kebiasaan, pengaruh budaya, serta sistem nilai yang diyakininya.[10] Dalam
etos tersebut, ada semacam semangat untuk menyempurnakan segala sesuatu dan
menghindari segala kerusakan sehingga setiap pekerjaannya diarahkan untuk
mengurangi bahkan menghilangkan sama sekali cacat dari hasil pekerjaannya.
Akibatnya, seorang muslim yang memiliki keprbadian qur'ani pastilah akan
menunjukkan etos kerja yang bersikap dan berbuat serta menghasilkan segala
sesuatu secara sangat bersungguh-sungguh dan tidak pernah mengerjakan sesuatu
setengah hati.
Dengan etos kerja yang
bersumber dari keyakinan qur'ani, ada semacam keterpanggilan yang sangat kuat
dari lubuk hatinya, karena ia bekerja atas dasar ketulusan kepada Allah SWT.
Ketulusan kepada Allah SWT dapat diartikan dengan harapan terhadap ganjaran
dari Allah SWT, merupakan faktor utama yang mendorong seseorang untuk bekerja.
Karena itu bekerja tetap didasarkan pada nilai-nilai keimanan kepada Allah SWT
dan inilah investasi besar umat Islam.[11] Islam
mengakui pentingnya materi tetapi bukan penganut materialisme. Dengan kata lain
materi bukan merupakan tujuan melainkan alat untuk mencapai tujuan.
Di samping itu Allah
juga memerintahkan manusia agar berbuat yang terbaik dan bekerja dengan
sebaik-baiknya yang disebut juga dengan ihsan, sebagaimana firman Allah
SWT dalam al-Qur'an surat al-Qashash ayat 77:
وابتغ فيما اتك الله الدار الأخرة و لا تنس نصيبك من
الدنيا و أحسن كما أحسن الله إليك و لا تبغ الفساد فى الارض إن الله لا يحب المفسدين
(القصص : 77)
Artinya:
"Dan carilah pada
apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat dan
janganlah kamu melupakan bagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah
(kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan
janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak
menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan." (QS. al-Qashash: 77).[12]
Jadi, perintah untuk berbuat ihsan mendorong seseorang agar bekerja
secara profesional dan dengan etos kerja yang tinggi.
Berdasarkan uraian di atas yang dimaksud dengan etos kerja adalah totalitas
kepribadian diri serta cara mengekspresikan, memandang, meyakini, da memberikan
makna terhadap sesuatu yang mendorong dirinya untuk bertindak dan meraih amal
yang optimal.
5.
Fungsi Motivasi Dalam Meningkatkan Etos Kerja Dalam Pengelolaan Pendidikan
Islam
Keberhasilan dalam pengelolaan
pendidikan Islam atau suatu institusi atau organisasi ditentukan oleh dua
faktor utama yakni SDM dan fasilitas kerja. Dari kedua faktor utama tersebut
SDM lebih penting daripada sarana dan prasarana pendukung. Secanggih dan
selengkap apapun fasilitas pendukung yang dimiliki suatu organisasi kerja,
tanpa adanya sumber daya yang memadai, baik kuantitas maupun kualitasnya, maka
niscaya organisasi tersebut tidak dapat berhasil mewujudkan visi, misi, dan
tujuan organisasinya. Kualitas SDM diukur dari performancenya.
Menurut Gibson maupun
Stoner yang disadur oleh Soekidjo berpendapat bahwa motivasi adalah merupakan
faktor yang berpengaruh dalam meningkatkan etos kerja dalam pengelolaan
pendidikan Islam khususnya. Oleh sebab itu, dalam rangka upaya meningkatkan
etos kerja, maka intervensi terhadap motivasi sangat penting dan dianjurkan.[13]
Di antara fungsi
motivasi dalam meningkatkan etos kerja dalam pengelolaan pendidikan Islam
adalah:
a.
Mendorong gairah dan
semangat kerja pegawai atau karyawan.
Dalam hal ini Allah pun
memotivasi hamba-Nya untuk bekerja yang terdapat dalam al-Qura'an surat
at-Taubah ayat 105:
و قل اعملوا
فسيرى الله عملكم و رسوله و المومنون و ستردون الى عالم الغيب و الشهادة فينبئكم
بما كنتم تعملون (التوبة : 105)
Artinya:
"Dan katakanlah,
"bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan
melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) yang
mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberikan-Nya kepada kam apa
yang telah kamu kerjakan." (QS. at-Taubah: 105).
b.
Meningkatkan kepuasan
kerja karyawan, yang akhirnya akan meningkatkan etos kerjanya.
c.
Meningkatkan
produktivitasnya.
d.
Meningkatkan
kedisiplinan SDM.
e.
Meningkatkan kehadiran
kerja karyawan.
C. Kesimpulan
Motivasi memiliki
peranan yang sangat penting dalam meningkatkan etos kerja dalam pengelolaan
pendidikan Islam. Etos kerja adalah suatu pandangan dan sikap suatu bangsa atau
satu umat terhadap kerja. Jika pandangan dan sikap itu melihat kerja sebagai
suatu hal yang luhur untuk eksistensi manusia, maka etos kerja itu akan tinggi.
Sebaliknya kalau etos kerja melihat kerja sebagai suatu hal yang tidak berarti
untuk kehidupan manusia, apalagi kalau sama sekali tidak ada pandangan dan
sikap terhadap kerja, maka etos kerja itu dengan sendirinya rendah. Oleh sebab
itu untuk menimbulkan pandangan dan sikap menghargai kerja sebagai sesuatu yang
luhur diperlukan motivasi. Jadi, dapat diketahui bahwa motivasi memberikan
kontribusi dalam meningkatkan etos kerja terutama dalam pengelolaan pendidikan
Islam.
mantaaappp
BalasHapus