MODEL PENGEMBANGAN KURIKULUM HILDA TABA
A.
Pendahuluan
Kurikulum menjadi nadi dan penentu pada masyarakat akan datang.
Tanpa kurikulum, proses pendidikan sukar dilaksanakan. Kejayaan masyarakat
ditentukan oleh kurikulum sekolah yang dilaksanakan sekarang. Oleh karena itu
setiap pendidik dan calon pendidi harus mengetahui dengan jelas peranan
kurikulum dalam pendidikan dan sumbangan kurikulum kepada pembangunan
masyarakat.
Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 menyebutkan kurikulum adalah
seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi dan bahan pelajaran serta cara
yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar.
Pengembangan kurikulum dilakukan dengan mengacu pada standar nasional
pendidikan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Dalam pengembangan
kurikulum banyak model yang digunakan. Untuk memilih suatu model pengembangan
kurikulum bukan saja didasarkan pada kelebihan dan kemungkinan pencapaian hasil
yang optimal. Tetapi dalam memilih model perlu disesuaikan dengan sistem
pendidikan dan sistem pengelolaan pendidikan yang dianut.
Berbagai model ditawarkan oleh para ahli, di antaranya model
pengembangan kurikulum Tyler, model pengembangan kurikulum Hilda Taba, model
pengembangan kurikulum Oliva, serta model pengembangan kurikulum Miller dan
Seller. Namun, dalam makalah ini yang akan dibahas hanya model pengembangan
kurikulum Hilda Taba.
B.
Kurikulum Model Hilda Taba
1.
Sekilas Tentang Riwayat Hidup Hilda Taba

Dia kemudian lulus dari Sekolah Tinggi Voru for Girls pada tahun
1921, dengan harapan menjadi seorang guru sekolah dasar. Akan tetapi dia malah masuk
Universitas Tartu dan mulai belajar ekonomi. Dia akhirnya mengubah studi
utamanya menjadi sejarah dan pendidikan sebelum lulus dari University of Tartu
pada tahun 1926.
Hilda kemudian pindah ke Amerika Serikat untuk
menyelesaikan gelar masternya di Bryn Mawr College, Pennsylvania. Selama studi
pascasarjananya ia mulai memperhatikan sastra pendidikan Amerika, yang
memperkenalkannya kepada karya-karya Bode dan filsafat pendidikan progresif.
Setelah menyelesaikan studinya di pascasarjana dalam waktu satu tahun, Taba
mulai melanjutkan Universitas Columbia pada tahun 1927 untuk studi doctoral pada
konsentrasi filsafat pendidikan. Selama studi doctoral dia memiliki kesempatan
untuk bertemu psikolog terkenal di dunia EL Thorndike dan filsuf Jon Dewey dan
beberapa orang lainnya. Setelah menyelesaikan disertasinya pada tahun 1931,
Taba kembali ke Estonia dan diangkat menjadi guru besar di Tartu. Setelah itu
ia memutuskan untuk kembali ke Amerika Serikat, keputusan yang praktis
menyelamatkan hidupnya karena kebanyakan intelektual dihilangkan setelah
pengambil alihan Soviet pada tahun 1940. Setelah kembali Hilda menjadi asisten
profesor pendidikan di Ohio State, sebelum menjadi profesor penuh pada tahun
1951 ia melanjutkan pendidikan di San Francisco State University sampai
kematiannya pada tahun 1967.
Ada beberapa ide filosofis Taba pada pengembangan kurikulum,
juga ada banyak makalah akademis dalam bahasa Inggris dan Estonia yang menggambarkan ide-ide Hilda Taba dan penelitian pada bidang tertentu dalam pendidikan. Meski sedikit prinsip-prinsip umum Taba yang meyakinkan tentang penelitian dan pendidikan yang membuat karyanya yang unik, kreatif dan asli. Namun banyak ide-ide yang membuat Taba terkenal di dunia terus berkembang dan berkembang secara bertahap sepanjang karirnya.[1]
juga ada banyak makalah akademis dalam bahasa Inggris dan Estonia yang menggambarkan ide-ide Hilda Taba dan penelitian pada bidang tertentu dalam pendidikan. Meski sedikit prinsip-prinsip umum Taba yang meyakinkan tentang penelitian dan pendidikan yang membuat karyanya yang unik, kreatif dan asli. Namun banyak ide-ide yang membuat Taba terkenal di dunia terus berkembang dan berkembang secara bertahap sepanjang karirnya.[1]
2.
Langkah-Langkah Pengembangan Kurikulum Menurut Hilda Taba
Menurut cara yang tradisional pengembangan kurikulum dilakukan
secara deduktif, dengan urutan:
a.
Penentuan
prinsip-prinsip dan kebijakan dasar
b.
Merumusukan
desain kurikulum yang bersifat menyeluruh didasarkan atas komitmen-komitmen
tertentu
c.
Menyusun
unit-unit kurikulum sejalan dengan desain yang menyeluruh
d.
Melaksanakan
kurikulum di dalam kelas
Taba berpendapat model deduktif ini kurang cocok, sebab tidak
merangsang timbulnya inovasi-inovasi. Menurutnya pengembangan kurikulum yang lebih mendorong inovasi dan kreativitas
guru-guru adalah yang bersifat induktif, yang merupakan inversi dari model
tradisional.[2]
Ada lima langkah pengembangan kurikulum model Taba ini, di
antaranya adalah:
a.
Mengadakan
unit-unit eksperimen bersama guru-guru
Di dalam unit eksperimen ini diadakan studi yang saksama tentang
hubungan antara teori dengan praktik. Perencanaan didasarkan atas teori yang
kuat, dan pelaksanaan eksperimen di dalam kelas menghasilkan data-data yang
untuk menguji landasan teori yang digunakan.
Ada delapan langkah dalam kegiatan unit eksperimen ini, yakni:
1)
Mendiagnosis
kebutuhan
Pada
langkah ini pengembang kurikulum memulai dengan menentukan kebutuhan-kebutuhan
siswa
2)
Merumuskan
tujuan
3)
Memilih
isi
Salah satu dari dua langkah dalam memilih materi adalah membuat
pedoman. Artinya adalah dalam menyusun materi harus bisa menghubungkan dengan
tingkatan siswa. Langkah kedua yang juga penting dalam memilih materi adalah
pelajaran harus menarik, sesuai secara psikologi dan perkembangan peserta
didik.
4)
Mengorganisasi
isi
Berdasarkan hasil
seleksi isi, selanjutnya isi kurikulum yang telah ditentukan itu disusun
urutannya sehingga tampak pada tingkat atau kelas berapa sebaiknya kurikulum
itu diberikan.
5)
Memilih
pengalaman belajar
Untuk memilih pengalaman belajar, Taba mengatakan bahwa guru harus
membuat pertanyaan, seperti apakah pengalaman yang diperoleh siswa sesuai
dengan pembelajaran?, apakah pengalaman yang diperoleh bisa membawa kepada
pembelajaran aktif? Apakah pengalaman itu sesuai dengan tingkatan siswa? Taba
juga merasa bahwa pengalaman belajar yang menunjukkan berbagai pengalaman
seperti,
membaca, menulis, mengobservasi, melakukan penelitian, menganalisis,
mendiskusikan, melukis, membangun dan mendramatisir.
6)
Mengorganisasi
pengalaman belajar
Taba
menguraikan uraian yang berkaitan dengan organisasi pengalaman belajar yaitu: Introduction,
melibatkan mengembangkan minat siswa dan memberikan bukti diagnostik untuk
guru. Development or study, terdiri dari kegiatan belajar yang dirancang
untuk mengembangkan berbagai aspek dan memberikan materi faktual yang
diperlukan. Kegiatan ini meliputi: membaca, penelitian, analisis data, kerja
panitia dan studi dari berbagai jenis. Generalization, mengacu pada
upaya siswa untuk menempatkan ide-ide bersama-sama. Application or summary, adalah
langkah terakhir di mana siswa mengaplikasikan sesuatu untuk tugas mereka.
7)
Mengevaluasi
Langkah
ketujuh ini digunakan adalah untuk menentukan apakah tujuan sudah tercapai atau
belum, mendiagnosa rencana kurikulum, dan penilaian perubahan perilaku siswa.
Taba menjelaskan bahwa banyaknya langkah-langkah formal dan informal dalam
melakukan penilaian ini.
8)
Melihat
sekuens dan keseimbangan
Yakni
untuk melihat kesesuaian antara isi, pengalaman belajar dan tipe-tipe belajar
siswa.[3]
b.
Menguji
unit eksperimen
Meskipun unit eksperimen ini telah diuji dalam pelaksanaan di kelas
eksperimen, tetapi masih harus diuji di kelas-kelas atau tempat lain untuk
mengetahui validitas dan kepraktisannya, serta menghimpun data bagi
penyempurnaan.
c.
Mengadakan
revisi dan konsolidasi
Dari langkah pengujian diperoleh beberapa data, data tersebut
digunakan untuk mengadakan perbaikan dan penyempurnaan. Selain perbaikan dan
penyempurnaan diadakan juga kegiatan konsolidasi, yaitu penarikan kesimpulan
tentang hal-hal yang lebih bersifat umum yang berlaku dalam lingkungan yang
lebih luas. Hal itu dilakukan, sebab meskipun suatu unit eksperimen telah cukup
valid dan praktis pada suatu sekolah belum tentu demikian juga pada sekolah
yang lainnya. Untuk menguji keberlakuannya pada daerah yang lebih luas perlu
adanya kegiatan konsolidasi.
d.
Pengembangan
keseluruhan kerangka kurikulum
Apabila dalam kegiatan penyempurnaan dan konsolidasi telah
diperoleh sifatnya yang lebih menyeluruh atau berlaku lebih luas, hal itu masih
harus dikaji oleh para ahli kurikulum dan para profesional kurikulum lainnya.
Kegiatan itu dilakukan untuk mengetahui apakah konsep-konsep dasar atau
landasan-landasan teori yang dipakai sudah masuk dan sesuai.[4]
e.
Implementasi
dan diseminasi
Dalam langkah ini dilakukan penerapan dan penyebarluasan program ke daerah
dan sekolah-sekolah dan dilakukan pendataan tetang kesulitan serta permasalahan
yang dihadapi guru-guru di lapangan. Oleh karena itu perlu diperhatikan tentang
persiapan dilapangan yang berkaitan dengan aspek-aspek penerapan kurikulum. Pengembangan
kurikulum realitas dengan pelaksanaannya, yaitu melalui pengujian terlebih
dahulu oleh staf pengajar yang profesional. Dengan demikian, model ini
benar-benar memadukan teori dan praktek.
Tanggung jawab tahap ini dibebankan pada administrator sekolah. Penerapan
kurikulum merupakan tahap yang ditempuh dalam kegiatan pengembangan kurikulum.
Pada tahap ini harus diperhatikan berbagai masalah : seperti kesiapan tenaga
pengajar untuk melaksanakan kurikulum di kelasnya, penyediaan fasilitas
pendukung yang memadai, alat atau bahan yang diperlukan dan biaya yang
tersedia, semuanya perlu mendapat perhatian dalam penerapan kurikulum agar
tercapai hasil optimal.
C.
Kesimpulan
Hilda Taba mengembangkan model atas dasar data induktif sehingga
dikenal dengan model terbalik. Dikatakan model terbalik karena pengembangan
kurikulumnya tidak didahului oleh konsep-konsep yang datangnya secara deduktif.
Dalam kurikulum Hilda Taba sebelum melaksanakan langkah-langkah lebih lanjut,
terlebih dahulu mencari data dari lapangan dengan cara mengadakan percobaan
yang kemudian disusun teori atas dasar hasil nyata baru diadakan pelaksanaan.
Model Taba sebagai model pembelajaran secara induktif terdiri atas
langkah-langkah terstruktur yang dibagi menjadi lima fase. Dalam hal ini
pendidik menjadi motor penggerak untuk menjangkau fase demi fase melalui
pertanyaan-pertanyaan yang diajukan kepada peserta didik secara sambung
menyambung.
Tujuan utama model ini adalah pengembangan keterampilan berpikir
kritis siswa di samping penguasaan secara tuntas topik yang dibicarakan.

Sukmadinata,
Nana Syaodih, Pengembangan Kurikulum: Teori dan Praktek, Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2009
Taba, Hilda, Curriculum
Development: Theory and Practice, New York: Harcourt, Brace & World,
1962
Wayne Seller
and John P. Miller, Curriculum Perspectives and Practice, USA: Longman,
1985
Tidak ada komentar:
Posting Komentar